Saat ini dan ke depan, Sumatera Utara membutuhkan ribuan pekerja sosial (Peksos) profesional untuk membantu pemerintah dalam menangani dan menanggulangi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Peksos profesional ini diharapkan muncul dari lulusan Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial yang sudah memiliki kompetensi di bidang pekerjaan sosial. Karena itu, pemerintah dan DPR RI diminta segera mengesahkan RUU Pekerja Sosial menjadi UU Peksos sebagai payung hukum untuk profesi peksos.
Hal itu menjadi salah satu kesimpulan dalam Seminar yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UMSU, Senin (13/3) di Aula Penjamin Mutu Kampus UMSU, Jalan Muchtar Basri, Medan. Seminar bertema “Urgensi Undang-undang Pekerja Sosial untuk Meningkatkan Eksistensi Profesi Pekerja Sosial”, menghadirkan 4 Narasumber, yakni Ardo Sitompul dari Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumut, Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku Ketua Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) Sumut, Ester Hutabarat selaku Praktisi Pekerja Sosial dan Direktur Eksekutif YAKMI), dan Eban Totonta Kaban selaku Direktur Klinik Rehab Medan Plus dan juga Ketua Ikatan Konselor Adiksi Sumut.
Seminar yang dihadiri dosen, mahasiswa, dan alumni Prodi IKS dibuka Dekan FISIP Drs. Tasrif Syam, MSi. Sekretaris Universitas Gunawan, S.Pdi, MTh yang juga harid dalam seminar tersebut mendukung dan menyambut positif kegiatan prodi, karena sangat erat kaitannya dengan peningkatan akreditasi program studi.
Ester Hutabarat dalam paparannya menyatakan, individu yang menjadi PMKS di Sumut mencapai 2.800.000 jiwa, sedangkan peksos profesional yang sementara masih terdata di IPSPI tak sampai 200 orang. Di sisi lain, rasio antara peksos dengan PMKS seharusnya1 berbanding 100. “Artinya, Sumut masih butuh ribuan peksos profesional untuk menangani PMKS tersebut,” tandasnya.
Pembicara lainnya, Ardo Sitompul, Hairani Siregar, dan Eban Totonta sepakat peksos profesional tersebut harus muncul dari lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS). Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 36.000 pekerja sosial profesional lulusan dari 35 perguruan tinggi yang memiliki prodi IKS.
Hanya saja, menurut Hairani Siregar, para peksos masih butuh payung hukum berupa undang-undang. “Praktik Pekerjaan Sosial perlu diformalkan dalam suatu undang-undang, sehingga kewenangan profesional, budaya profesional, kode etik, dan sanksi dapat menjadi terkontrol. Dengan demikian, masyarakat maupun para pekerja sosial memahami hak dan kewajibannya,” jelas Hairani.
Sebelumnya, Dr. Arifin Saleh Siregar, Ketua Prodi IKS dalam sambutannya menyatakan, pemerintah dan DPR RI harus segera membahas RUU Peksos dan mengesahkannya menjadi UU Peksos. RUU Peksos sudah pernah masuk dalam Prolegnas, tapi belum mendapat pembahasan intens dari DPR RI. “Dalam momentum Hari Pekerja Sosial Internasional tahun ini, kita mendorog agar RUU itu segera disahkan menjadi undang-undang. Soalnya, keberadaan peksos professional sudah menjadi kebutuhan negara dan masyarakat,” jelasnya. (*)